CoRaT-CoRet Nna Sie Dewi
CoRaT-CoRet Nna Sie Dewi

konsep stress dan adaptasi

Stres dan Adaptasi

Pendahuluan 
Meningkatnya tuntutan dan kebutuhan hidup akan sesuatu yang lebih baik, menyebabkan individu berlomba untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkannya. Tapi pada kenyataannya sesuatu yang diinginkan tersebut kadangkala tidak dapat tercapai sehingga dapat menyebabkan individu tersebut bingung, melamun hingga stres. 
Stres yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menyelesaikan masalah tersebut atau biasa disebut dengan koping yang digunakan. Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang, sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan individu tersebut marah-marah, frustasi hingga depresi. 
Berikut akan dijelaskan tentang stres, koping dan adaptasi yang biasa terjadi pada setiap individu, salah satu contoh individu yang akan menghadapi ujian masuk kerja. 


Stress 

Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian (Keliat, B.A., 1999). 
Salah satu contoh stress adalah menghadapi ujian masuk kerja. Ujian masuk kerja bisa diasumsikan oleh individu sebagai hal yang positif, jika dirasakan oleh individu sebagai sesuatu yang harus dilakukan dan individu tersebut siap. Sedangkan dianggap negatif, jika dirasakan oleh individu sebagai suatu ancaman dan individu tersebut tidak siap. 
Berdasarkan hal tersebut, maka setiap individu akan mengalami stress karena adanya stimulus (stressor), dimana stimulus tersebut dapat menimbulkan perubahan atau masalah (stress) yang memerlukan cara menyelesaikan atau menyesuaikan kondisi terhadap masalah tersebut (koping) sehingga individu dapat menjadi lebih baik atau menjadi adaptif

Pada individu, sumber stressor dapat berupa: 
  1. Lingkungan 
    1. Sikap lingkungan: berupa tuntutan, pandangan positif dan negatif terhadap keberhasilan diterima bekerja. 
    2. Tuntutan dan sikap keluarga, misalnya keharusan mendapatkan pekerjaan, keinginan akan pilihan orang tua untuk bekerja. 
    3. Perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi (IPTEK), makin cepatnya memperoleh informasi dan trend masa depan jika berhasil terhadap sesuatu yang diinginkan 
  2. Diri sendiri 
    1. Kebutuhan psikologis yaitu keinginan yang harus dicapai terhadap yang diinginkannya. 
    2. Proses internalisasi diri, yaitu penyerapan terhadap yang diinginkan secara terus menerus sesuai dengan perkembangannya 
  3. Pikiran 
    1. Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan pengaruhnya pada diri serta persepsi terhadap lingkungan
    2. Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa dilakukan oleh individu yang bersangkutan. 
Pikiran individu yang negarif baik penilaian saat ini maupun masa yang akan datang memberi pengaruh yang lebih berat. Misalnya: 
·        Kecemasan menghadapi ujian masuk kerja 
·        Ketakutan tidak lulus ujian masuk kerja 
·        Ragu-ragu mengikuti masuk kerja 
Dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor (Kozier & Erb, 1983 dikutip Keliat B.A., 1999) yaitu: 
1.      Sifat stressor 
·        Pengetahuan individu tentang stressor tersebut dan pengaruhnya pada individu tersebut 
2.      Jumlah stressor 
·        Banyaknya stressor yang diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika individu tidak siap akan menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya marah pada hal-hal yang kecil. 
3.      Lama stressor 
·        Seberapa sering individu menerima stressor yang sama. Makin sering individu mengalami hal yang sama maka akan timbul kelelahan dalam mengatasi masalah tersebut. 
4.      Pengalaman masa lalu 
·        Pengalaman individu yang lalu mempengaruhi individu menghadapi masalah 
5.      Tingkat perkembangan 
·        Tiap individu tingkat perkembangannya berbeda. 

Koping (Cara penyelesaian masalah) 
Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan respons terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu. 
Cara yang dapat dilakukan adalah: 
Individu 
a. Kenal diri sendiri 
Merupakan tahap awal yang harus dilakukan. Karena individu yang sudah kenal akan dirinya, akan siap untuk menghadapi stressor yang ada. Cara yang dapat dilakukan adalah: 
- Identifikasi siapa diri anda 
- Tanyakan pada orang lain siapa anda 
- Mintalah umpan balik jika anda sudah kena diri anda 
b. Turunkan kecemasan 
- Identifikasi penyebab cemas anda 
- Cari tindakan yang menurut anda dapat menurunkan kecemasan 
- Lakukan teknik relaksasi 
c. Tingkatkan harga diri 
- Identifikasi aspek positif yang anda miliki 
- Mulai gali kemampuan positif yang anda miliki 
- Pertahankan aspek positif yang anda miliki 
d. Persiapan diri 
- Tingkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan anda (belajar) 
- Berdoa 
- Mencari informasi 
- Diskusi dengan orang yang sudah punya pengalaman bekerja 
- Identifikasi kebutuhan yang perlu dipersiapkan 
e. Pertahankan dan tingkatkan cara yang sudah baik 

2. Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat) 
a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif 
b. Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi 
c. dengan anggota keluarganya 
d. Berikan bimbingan mental dan spiritual untuk individu tersebut dari keluarga 
e. Berikan bimbingan khusus untuk individu, misalnya konseling 


Adaptasi 

Adaptasi merupakan hasil akhir dari upaya koping. Karakteristik respon beradaptasi 
adalah: 
- Dapat mempertahankan keseimbangan 
- Adaptasi memerlukan waktu 
- Kemampuan adaptasi berbeda untuk tiap individu 
- Adaptasi melelahkan dan untuk itu perlu bantuan dari orang lain 


Penutup 

Individu yang sukses adalah individu yang sehat mental dapat masalah yang dihadapinya. Salah satu contoh adalah individu yang sudah mempunyai persiapan mental dalam menghadapi ujian masuk kerja 

Persiapan mental yang dapat dilakukan adalah meliputi kenal akan diri sendiri, turunkan kecemasan individu, tingkatkan harga diri, persiapan diri dan tingkatkan dukungan sosial. 
Respons dari adaptasi yang dilakukan adalah: perlunya keseimbangan, perlu waktu, 
adaptasi berbeda untuk tiap orang, dan adaptasi melelahkan.


KONSEP STRESS DAN ADAPTASI 

A. STRESS DAN STRESSOR 
1.      ENGERTIAN STRESS DAN STRESSOR 
STRESS adalah segala situasi dimana tuntutan non specific mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976). 
Lazarus dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya. 
Stres dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975). 
STRESSOR adalah stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan , perkembangan dan kebutuhan cultural. 
2.      MACAM-MACAM STRESSOR 
Stressor internal :
­ berasal dari dalam diri seseorang (mis : demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah). 
Stressor
­ eksternal : berasal dari luar diri seseorang (mis : perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, tekanan dari pasangan). 
B. HOMEOSTASIS 
1. PENGERTIAN HOMEOSTASIS 
Homeostasis adalah keadaan yang relatif konstan di dalam lingkungan internal tubuh, dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi fisiologis.  Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan relatif seimbang. Kemampuan adaptif ini adalah bentuk dinamik dari ekuiliblrium lingkungan internal tubuh. Lingkungan internal secara konstan berubah, dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinyu berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dan untuk mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis. 
Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang mengontrol fungsi tubuh dan memantau organ tubuh. Untuk sebagian besar mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar. Tubuh membuat penyesuaian dalam frekwensi jantung, frekwensi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit, sekresi hormon dan tingkat kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan adaptasi. 
Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat dinamis respons-respons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada dua konsep yang saling mengisi : homestasis dan adaptasi. Homeostasis menekankan pada perlunya penyesuaian yang harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih menekankan pada penyesuaian yang berkembang sesuai berjalannya waktu. Dubos juga menekankan bahwa ada batasan respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis maupun adaptasi dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah. 
  1. MEKANISME HOMEOSTASIS 
Ketika seseorang menyadari tentang kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi seperti makanan atau kehangatan, tindakan yang akan dilakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut . Untuk sebagian besar bagaimanapun juga , adaptasi mencakup penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk mempertahankan ekuilibrium. Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan – mandiri, dengan kata lain, mekanisme ini adalah otomatis. Namun demikian, pada individu yang sakit atau mengalami cedera, mekanisme ini mungkin tidak mampu untuk mempertahankan atau menopang homeostasis. 
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu duatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal, seperti penurunan suhu tubuh, dan membuat suatu respon adaptif, seperti mulai menggigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam mengadaptasi stressor dikomtrol oleh medulla oblongata, formasi reticular dan kelenjar hipofisis. 
Medula Oblongata
& Medula oblongata mengontrol fungsi vital yang diperlukan untuk bertahan hidup. Fungsi ini termasuk frekwensi jantung, tekanan darah dan pernapasan. Impuls yang menjalar ke dan dari medulla oblongata dapat meningkatkan atau menurunkan fungsi vital ini. Misalnya pengaturan denyut jantung adalah sebagai hasil dari ilmpuls sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang menjalar dari medulla oblongata ke jantung. Frekwensi jantung meningkat dalam berespon terhadap denyut dari serabut saraf simpatis dan menurun akibat impuls dari serabut parasimpatis. 
Formasi& reticular 
Formasi reticular adalah kelompok kecil neuron dalam batang otak dan medulla spinalis. Kelompok ini juga mengontrol fungsi vital dan secara kontinu memantau status fisiologis tubuh melalui sambungan dengan traktus sensoris dan motoris. Misalnya , sel-sel tertentu dalam formasi reticular dapat menyebabkan orang yang sedang tidur terbangun atau meningkatkan tingkat kesadarannya ketika timbul kebutuhan. 
Kelenjar hipofisis& Kelenjar hipofisis adalah kelenjar kecil yang melekat pada hypothalamus, menyuplai hormon yang mengontrol fungsi vital tubuh. Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress. Selain itu, kelenjar hipofisis mengatur sekresi dari hormon-hormon tiroid, gonad, dan paratiroid. Sekresi hormon, seperti mekanisme homeostasis lainnya, normalnya diatur oleh mekanisme umpan balik yang secara kontinu memantau kadar hormon dalam darah. Ketika kadar hormon menurun, kelenjar hipofisis menerima pesan untuk meningkatkan sekresi hormon. Ketika kadar hormon meningkat, kelenjar hipofisis menurunkan produksi hormon. 
C. MODEL-MODEL STRESS 
1. PSIKOSOMATIK STRESS 
Dalam menghadapi waktu konflik, seringkali terjadi gangguan pada fungsi badaniah. Gejala-gejala yang sebagian besar mengganggu fungsi faal yang berlebihan sebagai akibat dari manifestasi, gangguan jika ini dinamakan gangguan psikosomatik. Psikosomatik umumnya dapat membantu banyak dalam usaha mengerti hubungan antara kepribadian seseorang dengan penyakit atau gangguannya. 
Suatu konflik menimbulkan ketegangan pada manusia dan bila hal ini tidak terselesaikan dan disalurkan dengan baik maka timbullah reaksi-reaksi yang abnormal pada jiwa. Jika ketegangan tersebut mengganggu fungsi susunan saraf negatif, maka hal tersebut yang dinamakan gangguan psikosomatik. 
Adapun sebab-sebab timbulnya psikomotorik : 
Penyakit organic yang pernah diderita dapat menimbulkan
§predisposisi untuk tuimbulnya gangguan psikomotorik pada bagian tubuh yang pernah sakit. 
Merasakan penyakit orang lain yang secara tidak sadar§diidentifikasikan . 
Tradisi dan adapt istiadat dalam keluarga atau
§ lingkungan dapat mengarahkan emosi kepada fungsi tertentu. 
Suatu emosi yang§ menjelma menjadi suatu gangguan badaniah tertentu. 
Konflik dan gangguan jiwa yang menjelma menjadi suatu gangguan badaniah biasanya hanya pada suatu alat tumbuh saja. Untuk klasifikasi, maka jenis gangguan dibagi menurut organ yang paling terkena, sebagai berikut : 
Kulit­ 
Pada dasarnya gangguan stress atau emosi dapat menimbulkan gangguan pada kulit. Hal ini telah lama diketahui. Beberapa penyeliodikan juga telah dilakukan utnuk mengetahui sejauh mana reaksi kulit terhadap kesukaran penyesuaian diri terhadap stress. 
Otot dan­ tulang 
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemukan seseorang yang mengalami nyeri otot selain disebabkan faktor hawa dan pekerjaan juga disebabkan oleh faktor emosi. Karena tekanan psikologik maka tonus otot akan meninggi dan penderita mengeluh nyeri kepala dan nyeri punggung. Ketegangan otot ini dapat menyebabkan ketegangan sekitar sendi dan menimbulkan nyeri sendi. 
Saluran­ pernapasan 
Gangguan psikosomatik yang timbul dari saluran pernapasan seperti asma bronkiale dengan bermacam-macam keluhannya, kecemasan dapat menimbulkan serangan asma. 
Jantung dan pembuluh darah.­ 
Pada saat mengalami stress biasanya seseorang merasakan bahwa jantungnya berdebat-debar . Stress yang menimbulkan kecemasan mempercepat denyut jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah. Gangguan yang mungkin saja timbul seperti hipertensiosensial, sakit kepala vaskuler dan migraine. 
  1. ADAPTASI MODEL 
Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat. 
Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang mempengaruhi Kemampuan untuk menghadapi stress itu adalah : Biasanya tergantung pada pengalaman seseorang dengan stressor&serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan trehadap stressor. 
& Berkenaan dengan prktik dan norma kelompok sebaya individu. 
Dampak dari
& lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap stressor. 
Sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stressor.& 
a. ADAPTASI FISIOLOGIS/BIOLOGIS 
Pada dasarnya disetiap tubuh manusia telah terdapat mekanisme pertahanan yang bersifat alami dan bekerja secara teratur sehingga memungkinkan tubuh untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang berasal dari faktor internal. Mekanisme ini bekerja dengan sendirinya dan akan berubah menjadi suatu aksi tanpa didasari dan biasanya berfungsi dalam kondisi yang tidak normal. 
b.      ADAPTASI PSIKOLOGIS 
Seseorang yang menghadapi stress akan mengalami kondisi-kondisi yang tidak mengenakkan secara psikis seperti timbulnya rasa cemas, frustasi, terancam, tak tentram yang semuanya itu berdampak pada munculnya suatu kontak konflik dalam jiwa mereka. dan konflik tersebut diekspresikan dalam bentuk kemarahan atau ekspresi-ekspresi lain yang dapat membuat orang tersebut merasa sedikit nyaman atau terlepas dari stress yang dihadapinya. 
ADAPTASI SOSIAL BUDAYA© 
Setiap lingkungan sosial masyarakat mempunyai tatanan budaya masing-,masing. Antara lingkungan satu dan yang lainnya tentu memiliki budaya berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang akhirnya menuntut setiap orang beradaptasi jika hal itu dapat dilakukan dengan baik maka akan tercipta keseimbangan. Namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika orang tersebut akan mengalami stress. 

ADAPTASI SPIRITUAL© 
Setiap agama dan kepercayaan mengandung ajaran yang hendaknya harus dijalankan oleh penganutnya. Ajaran-ajaran ini tentunya juga harus turut andil dalammengatur perilaku manusia ini. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi ajaran-ajaran tersebut pasti terjadi perubahan dalam perilaku manusia. 
3. LINGKUNGAN SOSIAL MODEL 
Keadaan lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan seseorang dalam beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan hubungan sosial yang baik juga akan memudahkan individu dalam melakukan adaptasi agar terhindar dari stress. 

4. PROSES MODEL 
Pada dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang terjadi pada seseorang sehingga mempengaruhi orang tersebut yang pada akhirnya mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri. 

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TERHADAP STRESSOR 
1. INTENSITAS 
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai suatu yang positif sehinggan memberikanm respon yang positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain. 
Selain itu stressor juga dapat memberikan mekanisme untuk memperingatkan seseorang agar dapat menmgumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya dalam rangka melawean stress itu sendiri. Tak selamanya stress merupakan hal yang negatif. Pada tingkatan tertentu stress dapat menjadi motivator bagi seseorang. Hal ini berhubungan dengan keinginan untuk mencap[ai suatu tujuan dan stress disini berguna untuk mencegah timbulnya rasa bosan. 
Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan individu. 
2. SIFAT 
Sifat dari stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor yang bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang bersifat positif akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor yang bersifat negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisikmaupun psikis. Secara negatif stress dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kesakitan. 

3. DURASI 
Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau kejasian dari stressor sampai menjadikan seseorang mengalami stress. Frekwensi perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi seseorang hingga merasakan stress. 

4. JUMLAH 
Mengandung pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu waktu. Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam suatu periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya stress yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan. 

5. PENGALAMAN 
Bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stressor juga dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman ini bisa di dapat dari diri sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang ditemui dalam kehidupan akan memberikan pelajaran dan kekuatan untuk menghadapi stressor dan menghadapi stress. 

6. TINGKAT PERKEMBANGAN 
Di dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap bagaimana seseorang maupun stressor. Karena perkembangan cukup menentukan kematangan seseorang dalam menghadapi kematangan. 

E. KONSEP ADAPTASI 
1. PENGERTIAN ADAPTASI 
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas terhadap stress. 
Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya. 
Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu. 

2. DIMENSI ADAPTASI 
Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap dimensi ini. Oleh karenanya, ketika mengkaji adaptasi klienterhadap stress, perawat harus mempertimbangkan individu secara menyeluruh. 

a. ADAPTASI FISIOLOGIS 
Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. 
Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. 
Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada masa lampau,penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup. 
Indikator fisiologis stress 

Kenaikan tekanan
Ä darah 
Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.
Ä 
Peningkatan
Ä denyut nadi dan frekwensi pernapasan 
Telapak tangan berkeringat
Ä 
Tangan
Ä dan kaki dingin 
Postur tubuh yang tidak tegap
Ä 
Keletihan
Ä 
Sakit
Ä kepala 
Gangguan lambung
Ä 
Suara yang bernada tinggi
Ä 
Mual,muntah dan
Ä diare. 
Perubahan nafsu makan
Ä 
Perubahan berat badan
Ä 
Perubahan
Ä frekwensi berkemih 
Dilatasi pupil
Ä 
Gelisah, kesulitan untuk tidur atau
Ä sering terbangun saat tidur 
Temuan hasil laboratorium abnormal :
Ä Peningkatan kadar hormon adrenokortikotropik, kortisol dan katekolamin dan hiperglikemia. 


b. ADAPTASI PSIKOLOGIS 
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993). 
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress : 

• Ansietas 
• Depresi 
• Kepenatan 
• Peningkatan penggunaan bahan kimia 
• Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas. 
• Kelelahan mental 
• Perasaan tidak adekuat 
• Kehilangan harga diri 
• Peningkatan kepekaan 
• Kehilangan motivasi. 
• Ledakan emosional dan menangis. 
• Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan. 
• Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian). 
• Mudah lupa dan pikiran buntu 
• Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci. 
• Preokupasi (mis. mimpi siang hari ) 
• Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas. 
• Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit 
• Letargi 
• Kehilangan minat 
• Rentan terhadap kecelakaan. 





c. ADAPTASI PERKEMBANGAN 
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan. 
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992). 
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai mnyedari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan , dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman. 
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992). 
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas. 
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka. 
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan. 

d. ADAPTASI SOSIAL BUDAYA 
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993). 
Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994). 

e. ADAPTASI SPIRITUAL. 
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah. 


F. RESPON PATOFISIOLOGI TERHADAP STRESS 
1. KOMPONEN FISIOLOGI 
Riset klasik yang telah dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stress; sindrom adaptasi lokal (LAS) dan sindrom adaptasi umum (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ atau bagian tubuh terhadap stress karena trauma, penyakit atau perubahan fisiologis lainnya. GAS adalah respons pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stress. 
a. LAS (Lokal Adaptation Syndrome) 
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respons setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya dan respon tekanan. Semua bentuk LAS mempunyai karakteristik berikut : 
Respon yang terjadi
­ adalah setempat, respon ini tidak melibatkan seluruh sistem tubuh 
Respon
­ adalah adaptif, berarti bahwa stressor diperlukan untuk menstimulasinya. 
Respon adalah berjangka pendek. Respon tidak terdapat terus menerus.
Respon
­ adalah restorative, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh. 
Dua respon setempat , yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi adalah contoh dari LAS. Perawat menghadapi respons ini dibanyak lingkungan perawatan kesehatan. 

Respon refleks nyeri 
Respon refleks nyeri adalah respon setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respon ini adalah respons adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut. Respons ini melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris yang menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis, saraf motorik yang menjalar dari medulla spinalis dan otot efektif. Misalnya , sebut saja di bawah sadar, yaitu refleks menghindarkan tangan dari permukaan panas. Contoh lainnya adalah kram otot. 
Respons inflamasi 
Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi , sehingga dengan demikian menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan. Respons inflamasi dapat mengakibatkan nyeri setempat, pembengkakan, panas, kemerahan dan perubahan fungsi.Respons inflamasi terbagi dalam tiga fase yaitu perubahan dalam sel-sel dan sistem sirkulasi, pelepasan eksudat dari luka dan perbaikan jaringan oleh regenerasi atau pembentukan jaringan parut. 

b. GAS (General Adaptation Syndrome) 
GAS adalah respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respon neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan , tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. 
GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut : 
Alarm
( reaction (AR, reaksi cemas). 
Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kekuatan pertahanan tubuh dikerahkan dan tingkat yang normal dari perlawanan tubuh menurun. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. 
Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti efinefrin dan norefinefrin mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan ambilan oksigen dan memperbesar kewaspadaan mental. 
Aktivitas hormonal yang luasini menyiapkan individu untuk melakukan respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekwensi pernapsan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar, dan frekwensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disipkan untuk melawan atau menghindari stressor. 

State of Resistance (SR,
( Perlawanan) 
Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. 
Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. namun demikian, jika stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga. 

State of Exhausting (SE, tahap
( keadaan sangat lelah/ kehabisan tenaga) 
Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksia cemas ini timbul kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang pebuh ketegangan. 

2. KOMPONEN PSIKOLOGI 
Pemajanan terhadap stressor mengakibatkan respoons adaptif psikologis dan fisiologis. Ketika seseorang terpajan pada stressor, maka kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan darah terganggu. Gangguan atau ancaman ini, baik yang aktual atau yang dicerap,menimbulkan frustasi, ansietas, dan ketegangan (Kline-Leidy, 1990). Perilaku adaptif psikologis individu membantu kemampuan seseorang untuk menghadapi stressor. Perilaku ini diarahkan pada penatalaksanaanstress dan didapatkan melalui pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan individu mengidentifikasi perilaku yang dapat diterima dan ebrhasil. 
Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik. Bahkan ansietas dapat konstruktif ; misalnya , ansietas dapat menjadi tanda bahwa terdapat ancaman sehingga seseorang dapat melakukan tindakan untuk mengurangi keparahannya. 
Perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, keperibadian, dan situasi yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi. Ansietas dapat juga bersifat destruktif (mis. jika seseorang tidak mampu beritindak melepaskan diri dari stressor). Sama halnya, penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan dapat dipandang sebagai perilaku adapatif ; dalam kenyataannya hal ini malah meningkatkan stress dan bukan menurunkan stress. 
Perilaku adapatif psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan tehnik pemecahan masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman, atau dapat juga mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distress emosional dan dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stress. Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stress secara tidak langsung. 
a. TASK ORIENTED BEHAVIOR 
Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan kognitif untuk mengurangi stress, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 1991). Perilaku berorientasi tugas memberdayakan seseorang untuk secara realistic menghadapi tuntutan stressor . Tiga tipe umum perilaku berorientasi pada tugas adalah : 
Perilaku menyerang adalah tindakan untuk
Ä menyingkirkan atau mengatasi suatu stressor atau untuk memuarkan kebutuhan. 
Ä Perilaku menarik diri adalah menarik diri secara fisik atau emosional dari stressor. 
Perilaku kompromi adalah mengubah metode yang biasa digunakan,
Ämengganti tujuan, atau menghilangkan kepuasan terhadap kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan lain atau untuk menghindari stress. 

b. EGO DEPENDEN MECANISM 
Mekanisme pertahanan ego yang pertama kali diuraikan oleh Sigmund Freud adalah perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan oleh setiap orang dan membantu melindungi terhadap perasaan tidak berdaya dan ansietas. Kadang mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang dan tidak lagi mampu untuk membantu seseorang dalam mengadaptasi stressor. Ada banyak mekanisme pertahanan ego. Mekanisme ini sering kali diaktifkan oleh stressor jangka pendek dan biasanya tidak mengakibatkan gangguan psikiatrik. 
Kompensasi adalah penutupan suatu
& defisiensi dalam satu aspek citra diri dengan secara takut menekankan suatu gambaran yang dianggap sebagai suatu aspek 
Konversi adalah secara tidak
& sadar menekan suatu konflik emosional yang menghasilkan ansietas dan memindahkannya menjadi gejala non organic. 
Menyangkal adalah penghindaran
& konflik emosional dengan menolak untuk secara sadar mengakui segala sesuatu yang mungkin menyebabkan nyeri emosional yang tidak dapat ditoleransi. 
& Pemindahan tempat adalah memindahkan emosi, ide, atau keinginan dari situasi menegangkan kepada penggantinya yang lebih sedikit mengakibatkan ansietas. 
& Identifikasi adalah pemolaan perilaku yang dilakukan oleh orang lain dan menerima kualitas, karakteristik dan tindakan orang tersebut. 
Regresi
& adalaj koping terhadap stressor melalui tindakan dan perilaku yang berkaitan dengan periode perkembangan sebelumnya. 
Rasionalisasi adalah
& penjelasan-penjelasan yang masuk akal diberikan untuk meyakinkan atau memotivasi perilaku yang bersumber pada alam tak sadar. 
Sublimasi adalah kekuatan yang
& cenderung dipindahkan dan diarahkan menjadi tujuan yang dapat diterima masyarakat. 
Identifikasi adalah tanggapan seseorang terhadap kualitas atau
& sifat-sifat keperibadian orang lain 
Supresi adalah pikiran-pikiran atau
& keinginan dihambat secara sadar. 
Represi adalah ide-ide yang menyakitkan di
& tekan kea lam tak sadar. 
Introjeksi adalah seseorang menerima sikap-sikap
& emosi, keinginan ide atau kepribadian orang lain ke dalam dirinya, aspirasi dan pengendalian diri orang lain diambil alih menjadi kepribadiannya. 
Reaksi
& formasi adalah seseorang mengadopsi sikap dan perilaku yang berlawanan dengan gerak hatinya. 
Proyeksi adalah hal-hal yang tidak bisa diterima secara
& emosional karena penolakan terhadap dirinya dan kemudian dipindahkan kepada orang lain. 
Fantasi / imajinasi adalah memakai imajinasi untuk menciptakan
&gambar yang hanya ada dalam ingatan. 

G. MANAJEMEN STRESS. 
Manajemen stress kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran rrespon terhadap penyakit. Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan. 

1. MANAJEMEN STRESS UNTUK KLIEN 
a. REGULER EXERCISE 
Program olahraga teratur meningkatkan tonus otot dan postur otot, mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan dan meningkatkan relaksasi. Selain itu , olahraga juga mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan meningkatkan fungsi kardiovaskular. Klien yang mempunyai riwayat penyakit kronis, yang berisiko untuk mengalami suatu penyakit , atau yang berusia lebih dari 35 tahun harus mulai melakukan program latihan fisik hanya setelah mendiskusikannya dengan dokter. Secara umum agar program kebugaran aliran darah ke otot memberi efek fisik yang positif, seseorang harus melakukan olahraga setidakanya tiga kali dalam satu minggu selama 30 sampai 40 menit. 
Setiap orang harus melakukan latihan pernapasan sebelum melakukan latihan berat seperti jogging, gerakan aerobic atau tennis. Latihan pernapasan menstimulasi aliran darah ke otot dan meningkatkan kelenturan. Latihan ini mengurangi risiko kerusakan pada sistem musculoskeletal selama latihan. Sama halnya seseorang harus melakukan latihan pendinginan dan tidak berhenti secara mendadak. misalnya , setelah jogging atau gerakan aerobic, orang tersebut harus bergerak dengan gerakan sedang, secara bertahap diperlambat dan berhenti. Latihan pendinginan memungkinkan sistem kardiovaskuler, musculoskeletal, dan sistem metabolic secara bertahap kembali pada keadaan istirahat. 
Program latihan efektif dalam menurunkan keparahan kondisi akibat stress seperti hipertensi, kegemukan, sakit kepala migren, keletihan mental, peka rangsang dan sepresi. Latihan meningaktakan pelepasan opioid endogen yang menciptakan perasaan sejahtera (McCubbin & McCubbin, 1993). 

b. DIET DAN NUTRISI 
Nutrisi dan latihan berhubungan erat. Makanan memberi bahan bakar untuk aktivitas dan meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan pemberian nutrient ke jaringan tubuh. 
Setiap orang didorong untuk mempertahankan berat badan sesuai dengan rentang standart usia, jenis kelamin, dan bentuk tubuh. Selain untuk menghindari kelebihan makan atau kekurangan makan, seseorang harus mewaspadai kualitas makanan. Terlalu banyak lemak, kafein, garam atau gula dapat mengganggu fungsi metabolic tubuh, defisiensi vitamin, mineral, dan nutrient juga dapat menyebabkan masalah metabolisme. Kebiasaan diet yang buruk dapat memperburuk respond stress dan membuat individu mudah tersinggung, hiperaktif dan gelisah. Hal ini merusak kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab personal, keluarga, dan peran. 

c. SUPPORT SISTEM 
Peribahasa “ no man is an island” terutama penting untuk penatalaksanaan stress. Sistem pendukung seperti keluarga , teman atau rekan kerja yang akan mendengarkan dan memberikan nasihat dan dukungan emosional akan sangat bermamfaat bagi seseorang yang mengalami stress. Sistem pendukung dapat mengurangi reaksi stress dan meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental (Revenson dan Majerovitz, 1991). Riset keperawatan telah mendokumentasikan adanya korelasi dukungan sosial positif dengan pengurangan gejala penyakit kronis (White, Richter, & Fry, 1992). 
Ubrich dan Bradsher (1993) menunjukkan bahwa dukungan dapat meringankan efek stressor atau distress emosional baik pada lansia wanita kulit putih maupun suku Afrika-Amerika terutama jika dukungan dipandang sebagai orang yang sangat dipercaya. Perawat dapat menggunakan berbagai metode untuk membantu klien membangun sistem pendukung, melibatkan diri dalam aktivitas kelompok tempat ibadah dan memberi dorongan untuk melakukan aktivitas rekreasi. Perawat dapat menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengajarkan klien tentang keterampilan sosialisasi jika klien tidak mengetahui bagaimana cara berinteraksi dengan tepat. Semua metode ini membantu klien membangun sistem pendukung yang kuat. Jika stress merupakan akibat dari isolasi sosial, maka strategi keperawatan ditujukan untuk membantu klien mengembangkan jaringan sosial baru. 

d. TIME MANAGEMENT 
Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya mengalami lebih sedikit stress karena mereka merasa lebih terkontrol dalam hidupnya. Perawat yang bertindak dalam domain pengajaran-pelatihan dapat membantu klien memprioritaskan tugas jika mereka merasa kewalahan atau imobilisasi. Penstrukturan waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak menyisikan waktu yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus dianalisis secara berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi dapat dibuat sehingga dapat mengurangi tuntutan waktu (Peddicord,1991). 
Mengendalikan tuntutan dari orang lain penting untuk penatalaksanaan waktu yang efektif. Sedikit orang yang mampu mengikuti semua permintaan yang diajukan oleh orang lain. penting artinya untuk belajar mengenali permintamaan mana yang dapat dipenuhi secara realistic, kebutuhan mana yang akan dinegosiasi, dan kebutuhan mana yang dapat ditolak secara asertif. Menghambat periode waktu untuk menunjukkan tujuan spesifik juga mengurangi rasa keterburuan dan meningkatkan perasaan kontrol. 

e. HUMOR 
Humor adalah terapi yang terkenal dalam literatur umum oleh Norman Cousins (1979). Kemampuan untuk menerima hal-hal lucu dan tertawa melenyapkan stress (Robinson, 1990; Dahl dan O’Neal, 1993). Hipotesisfisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan endorphin ke dalam sirkulasi dan perasaan stress di lenyapkan. 

f. ISTIRAHAT 
Pola istirahat dan tidur yang tetap, dan kebaisaan juga penting untuk menangani stress. Seseorang yang mengalami stress harus di dorong meluangkan waktunya untuk istirahat dan tidur. Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh, Tetapi juga membantu seseorang menjadi rileks secara mental. Klien mungkin membutuhkan bantuan specific dalam mempelajari tehnik relaks sehingga dapat tertidur. 

g. TEHNIK RELAKSASI 
Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emodional stress. Tehnik relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan membutuhkan waktu pelatihan dan praktek. Setelah klien menjadi terampil dalam tehnik ini , ketegangan dikurangi dan parameter fisiologis berubah. 
Ada 4 komponen utama dari tehnik relaksasi yaitu : 
Lingkungan
& yang tenang, menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan dan gangguan –gangguan 
Posisi yang nyaman, duduk tanpa ketegangan otot.
& 
Sikap yang
& dapat diubah, mengosongkan semua pikiran-pikiran dari alam sadar. 
Keadaan
& mental (yang baik, memusatkan perhatian pada suara, kata-kata, ungkapan, imaginasi, objek atau pola napas untuk merubah pikiran-pikiran secara internal menjadi pikiran yang lebih dapat diterima). 
Faktor yang penting adalah bagaimana seseorang mengosongkan pikirannya dari semua pikiran-pikiran dan memusatkan perhatian pada mental device. Wajarlah bila pikiran-pikiran itu makin menerawang. Bila terjadi demikian, orang tersebut akan dengan segera langsung kembali kepada mental device. Setiap periode relaksasi ini harus membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit. Ada Beberapa pendekatan yang dapat dilaksanakan melalui instruksi perawat kepadda klien , tanpa menggunakan peralatan khusus dan juga tanpa perintah dokter yaitu relaksasi profresif dan relaksasi respon Benson. Relaksasi progresif terdiri atas peregangan dan relaksasi sekelompok otot dan memfokuskannya perasaan relakasasi. Aplikasi yang sistematis dari relaksasi progresif ini mempunyai tiga efek utama, sebagai berikut : 
Kelompok otot yang telah mengalami relaksasi maka akan lebih rileks lagi. 
Tiap-tiap kelompok otot utama rileks secara bergantian. Kalau otot yang baru ditambah, maka kelompok otot yang lama juga akan mengalami relaksasi. 
Lebih
­ banyak jumlah relaksasi yang dialmi seseorang, maka orang itu akan bergerak menuju fase relaksasi. 
Keadaan rileks meningkat setelah periode relaksasi. Respon relaksasi Benson menghilangkan ketegangan otot. Khususnya membantu secara penuh relaksasi otot pada pasien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan. 
Respon relaksasi Benson’s 
o Yakinkan posisi duduk senyaman mungkin dalam lingkungan yang tenang 
o Tutup mata 
o Relaksasi otot-otot tubuh (katakana Ayo.....) 
o Memusatkan perhatian pada pernapasan, ulangi lagi kata-kata atau suara / bunyi seperti “one” atau “um-um” setiap kali ekspirasi. 
o Lakukan selama 20 menit 
o Buka mata 
o Berikan waktu pada pasien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sebelum psien bergerak atau berpindah. 
Relaksasi Progresif 
1. Yakinkan posisi yang nyaman dalam ruangan yang tenang 
2. Mulai dengan memusatkan perhatian pada pernapasan yang lambat 
3. Regangkan kelompok otot-otot yang diinginkan (lihat langkah 5) selama 5-7 detik, kemudian relakasasi secara cepat. 
4. Pusatkan perhatian secara 10 detik pada sensasi-sensasi pada otot yang berelaksasi 
5. Ikuti petunjuk ini, ulangi untuk setiap kelompok otot, regangkan 2 atau 3 kali. 
• Tangan dan lengan : mengepalkan tangan, menarik siku dengan kuat, kerutkan hidung, purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat. 
• Wajah : mengerutkan dahi, tutup mata dengan rapat, mengerutkan hidung, purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat. 
• Leher : Dekatkan dagu dengan dada. 
• Dada : tarik kedua bahu secara bersama-sama, keraskan perut dan bokong. 
• Kaki dan tungkai : dorong ke bawah dengan kaki, jari-jari menjauhi (dorsofleksi) utamakan kaki yang terdahulu. 
6. Ulangi proses pada setiap area yang mengalami ketegangan. 

h. SPIRITUALITAS 
Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek yang positif dalam menurunkan stress (Dahl dan O’ Neal , 1993). Praktik seperti berdoa, meditasi atau membaca bahan bacaan keagamaan dapat menjadi sumber yang bermamfaat bagi klien. Pada penelitian (Young, 1993) praktik spiritual klien lansia dapat meningkatkan perasaan produktivitas dan kemampuan beradaptasi yang membantu dalam menghadapi individu sakit kronis 

2. MANAJEMEN STRES UNTUK PERAWAT. 
Sebagian besar perawat mengalami stress dalam lingkungan pekerjaan merka. Stresor dapat terdiri atas kelebihan beban kerja, kebijakan institusi tempat bekerja, konflik dengan rekan kerja atau karakteristik klien (Foxall, Zimmermen, dan Bene, 1990; Skipper, Jung dan Coffey, 1990). Reaksi terhadap stressor yang berkaitan dengan pekerjaan bergantung pada kepribadian perawat, status kesehatan, pengalaman sebelumnya dengan stress dan mekanisme koping. 

STRESS PEKERJAAN 
Seringkali mengakibatkan kondisi yang disebut kepenatan, yang ditandai oleh penuruanan perhatian pada orang dengan siapa kita bekerja. Selama merasa penat klien merasakan kelelahan fisik dan emosional (Melamed, Kushnir dan Shirom, 1992). Pekerjaan atau profesi tidak lagi memberi dampak positif dan klien mungkin mengalami marah dan apatis. 
Perawat dan risiko terhadap stress kepenatan akibat pekerjaan dan dapat memamfaatkan tehnik penatalaksanaan stress yang sama seperti yang mereka ajarkan pada klien. Dalam organisasi dan domain kompetensi peran pekerja, perawat harus mengidentifikasi stressor tertentu di tempat kerja dan berupaya untuk menghilangkan stressor tersebut. Juga membantu untuk mendapat dukungan sosial dari perawat lainnya dengan harapan mempertahankan sikap merawat yang ditujukan pada klien.
 Abdul Haris Awie   

0 komentar:

Posting Komentar